Rabu, 15 Mei 2013

ANALISIS PENGARUH AKTIFITAS PERTANIAN TERHADAP PENCEMARAN AIR OLEH PESTISIDA



Usaha meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun kualitatif, telah didukung dengan penggunaan pestisida. Walaupun konsep pest management atau integrated pest control‖ dilakukan, yaitu pestisida hendaknya digunakan sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja, namun pada umumnya usaha proteksi tanaman seringkali dilakukan dengan semata-mata mempertimbangkan bahwa hama dan penyakit tanaman harus dapat diberantas dengan mudah dan cepat, sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk sementara. Oleh karena itu pemberantasan hama dan penyakit tanaman hampir senantiasa diartikan penggunaan pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida banyak digunakan yang juga menimbulkan berbagai dampak negatif (Sastroutomo, 1992).
Penggunaan pestisida untuk memberantas hama ternyata menimbulkan berbagai masalah lingkungan, antara lain terjadinya pencemaran lingkungan perairan. Permasalahan tersebut berkaitan erat dengan sifat pestisida yang beracun dan dapat mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk biota bukan sasaran (non target). Selain itu pada umumnya pestisida memiliki daya tahan yang relative lama untuk didegradasi di lingkungan, sehingga dapat mempengaruhi ekosistim dalam jangka panjang (Yudha, 1999).
Pestisida yang digunakan pada lahan pertanian sawah, sebagian atau bahkan seluruhnya akan jatuh dan masuk ke dalam air sehingga mencemari perairan. Hasil penelitian Ekaputri (2001) membuktikan bahwa perairan Sungai Ciliwung – Jawa Barat yang mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta mengandung residu insektisida endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7 – 4,0 μg/L. Sedangkan Taufik et al. (2003) melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran irigasi di Kabupaten Brebes – Jawa Tengah telah tercemar oleh insektisida endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan dengan
konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 dan 3,2 μg/L.
Kegiatan pertanian telah terbukti dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran air. Pencemaran tersebut terkait dengan pemakaian pestisida. Beberapa faktor dari kegiatan pertanian yang dapat menyebabkan pencemaran adalah perilaku penggunaan pestisida, dan jarak area pertanian dengan perairan.
1    Pengaruh Frekuensi dan Dosis Penggunaan Pestisida
Berdasarkan hasil penelitian Sri Wahyuni (2010) “Perilaku Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan dan Penanganan Pestisida Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan’ menyebutkan bahwa penyemprotan pestisida yang dilakukan oleh petani bawang tergantung pada banyaknya hama atau penyakit yang sedang menyerang, karena keberadaannya sekarang ini sudah tidak dapat diprediksi lagi kapan dan berapa banyak jumlahnya. Sebagian besar petani juga menganggap bahwa penggunaan pestisida itu lebih efektif, lebih praktis, dan mendatangkan keuntungan ekonomi. Kondisi ini mengakibatkan petani melakukan self innovation dalam memperoleh formulasi pestisida yang tepat untuk membasmi hama dan penyakit pada tanaman.
Selain itu, menurut penelitian tersebut petani bawang melakukan penyemprotan pestisida dengan frekuensi lebih dari 2 kali dalam seminggu bahkan setiap hari karena takut terjadi kerusakan yang bisa menyebabkan kerugian. Padahal penyemprotan pestisida seharusnya dihentikan paling tidak satu minggu sebelum panen dilakukan (Sudarmo, 1991). Masih ada 34% petani yang menggunakan pestisida tidak sesuai dosis. Penyemprotan pestisida akan lebih intensif dilakukan jika hama dan penyakit tanaman lebih banyak, bahkan petani juga meningkatkan dosis pemakaian 2-3 kali dari takaran awal.
Terdapat pula penelitian Ameriana (2006) yang berjudul ‘Perilaku Petani Sayuran dalam Menggunakan Pestisida Kimia’. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji perilaku petani tomat dalam menggunakan pestisida kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku petani tomat dalam menggunakan pestisida kimia dipengaruhi oleh (1) persepsi petani terhadap risiko, semakin tinggi persepsi petani terhadap risiko maka semakin tinggi kuantitas pestisida kimia yang digunakan, (2) persepsi petani tentang ketahanan kultivar tomat terhadap OPT, semakin rendah ketahanan suatu kultivar semakin tinggi kuantitas pestisida kimia yang digunakan, serta (3) pengetahuan petani tentang bahaya pestisida, semakin rendah pengetahuan petani semakin tinggi kuantitas pestisida yang digunakan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku petani dalam penggunaan pestisida dapat mempengaruhi dosis dan frekuensi penggunaan pestisida. Dengan tingginya dosis dan frekuensi penggunaan pestisida, maka limbah yang dihasilkan juga sangat tinggi, limbah tersebut akan mengalir melalui sistem irigasi atau aliran air hujan menuju sungai atau danau, sehingga pencemaran yang terjadi akan semakin tinggi.
2    Pengaruh Jarak Area Pertanian Dengan Perairan
Pengaruh jarak yang dimaksudkan diatas adalah pencemaran akan lebih tinggi jika jarak area pertanian dengan perairan lebih dekat. Pada penelitian yang dilakukan di Bijapur, India, oleh Pujeri dkk (2010) yang berjudul ‘The Status Of Pesticide Pollution In Surface Water (Lakes) Of Bijapur’ menyatakan bahwa aktifitas pertanian merupakan sumber utama dari pencemaran air danau oleh pestisida. Tingkat residu pestisida pada titik sampel yang berada di area pertanian lebih tinggi daripada tingkat residu pestisida pada titik sampel lainnya.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui gambaran status pencemaran pestisida di danau Bijapur, India. Peneliti tersebut mengambil 7 sampel di 7 titik yang berbeda di danau. Setelah di uji laboratorium, sampel 2 memiliki tingkat residu tertinggi. Tingginya tingkat residu pada sampel 2 dikarenakan sampel 2 merupakan titik sampel yang letaknya paling dekat dengan area pertanian.
Hal tersebut dikarenakan pestisida yang masuk ke dalam air akan lebih banyak jika berada di dekat area pertanian dan residu pestisida tersebut belum terurai dengan baik atau belum mengalami pengenceran. Namun jika jarak perairan lebih jauh dengan area pertanian, residu akan terurai atau terjadi pengenceran, sehingga konsentrasi residu pestisida lebih kecil bila dibandingkan dengan titik yang lebih dekat dengan area pertanian.
Dengan semua keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, aktifitas pertanian sangat berpengaruh terhadap besarnya pencemaran air oleh pestisida. Kurangnya pengetahuan petani mengakibatkan perilaku penggunaan pestisida tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perilaku penggunaan pestisida yang tidak benar akan menambah tingkat pencemaran, karena petani menggunakan dosis yang lebih besar dari takarannya, dan melakukan penyemprotan lebih banyak dari pada aturannya. Dengan semakin tingginya jumlah pestisida yang disemprotkan, maka residu yang terbawa menuju perairan akan semakin tinggi pula. Karena dari pestisida yang disemprotkan, sebagian atau bahkan keseluruhan akan luruh terbawa air hujan menuju perairan terdekat. Dan jarak area pertanian juga dapat menentukan tingginya tingkat pencemaran pestisida.

Daftar Pustaka

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabai Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. [serial online]. http://eprints.undip.ac.id/16195/1/AFRIYANTO.pdf
Ameriana. 2006. [serial online]. Perilaku Petani Sayuran dalam Menggunakan Pestisida Kimia. http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/4863/4541 . 19 Januari 2013

Diana Sofia. 2011. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. [serial online]. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1106/1/fp-diana.pdf 

Wahyuni, S. 2010. Perilaku Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan Dan Penanganan Pestisida Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan (Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes). Tesis. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. 

PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI PEMBUATAN KOMPOS



Kompos merupakan produk daur ulang sampah organik yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Dalam permentan No.2/pert/hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa produk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui preses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organic untuk memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah.
Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat rusaknya struktur tanah dalam jangka waktu lama. Bahan organik memiliki peran penting di tanah karena : 1) membantu menahan air, sehingga ketersediaan air tanah lebih terjaga, 2) membantu memegang ion sehingga meningkatkan kapasitas tukar ion atau ketersediaan hara. 3) menambah hara terutama N, P, dan K setelah bahan organik terdekomposisi sempurna, 4) membantu granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dean perkembangan sistem perakaran, serta 5) memacu pertumbuhan mikroba dan hewan tanah lainnya yang sangat membantu proses dekomposisi bahan organik tanah (Simamora, 2006).
Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Selain itu pemanfaatan sampah organik untuk dijadikan bahan kompos dapat membantu program pemerintah untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (tempat pembuangan akhir). 


1 Pengertian Kompos
Kompos adalah hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam mikroorganisme dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Djaja, 2008). Kompos adalah pupuk yang dihasilkan dari bahan organik melalui proses pembusukan. 
Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat rusaknya struktur tanah dalamjangka waktu lama.
Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Selama proses pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur kimia yaitu : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan H2O, 2) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.  Pupuk kompos berfungsi untuk memperbaiki kesuburan tanah dan sekaligus meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman. Pembuatannya dilakukan pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan.  Untuk mempercepat perombakan dan pematangan serta menambah unsur hara, dapat ditambahkan campuran kapur dan kotoran ternak (ayam, kambing atau sapi).  Bahan yang digunakan sebagai sumber kompos dapat berupa limbah, seperti sampah atau sisa-sisa tanaman tertentu (jerami, rumput dan lain-lain). 
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacammacam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat. Yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah:
a. Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
b. Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3.
c. Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temparaturnya naik; bahkan sering temperatur mencapai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos.
d. Suasana. Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asamasam organik, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
e. Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur, dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat.
2 Manfaat Kompos
Manfaat kompos organik diantaranya adalah
a.              memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan.
b.             memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai.
c.              menambah daya ikat tanah terhadap air dan unsure-nsur hara tanah.
d.             memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah.
e.              mengandung unsur hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini tergantung dari bahan pembuat pupuk organik).
f.              membantu proses pelapukan bahan mineral
g.             memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia.
h.             menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan (Djaja, 2008).
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buahbuahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 56 bulan.
Kompos membuat rasa buahbuahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masingmasing.
3 Bahan-bahan Kompos
3.1 Kotoran Sapi
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.Kotoran sapi perah umumnya banyak mengandung air dan nitrogen (N).
3.2 Bekatul
Bekatul yang merupakan hasil lain dari proses penggilingan atau penumbukan gabah menjadi beras adalah nutrisi penuh gizi dimana dalam penggilingan dan penumbukan terjadi pemisahan endosperma beras (nasi) dengan bekatul yang merupakan lapisan yang menyelimuti endosperma.
Tetapi bekatul bukan Dedak karena bila gabah dihilangkan bagian sekamnya melalui proses penggilingan (pengupasan kulit), akan diperoleh beras pecah kulit (brown rice). Beras pecah kulit terdiri atas bran (dedak dan bekatul), endosperm, dan embrio (lembaga).
Manfaat bekatul dalam kompos adalah kandungan zat gizinya  sangat baik untuk mikro-organisme yang dapat mempercepat pembusukkan sampah tersebut.
3.3 Sekam Padi
Sekam berfungsi untuk mengikat logam berat dan menggemburkan tanah, sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara di dalamnya. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam dengan presentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan. Maka dengan mengatasi masalah ini, sekam bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri kimia, dan juga kompos (Murbandono, 1994).
Sekam padi mempunyai kandungan kadar air dalam jumlah yang relatif kecil. Selain itu ukuran partikel sekam yang relatif kecil dan ringan juga mempengaruhi dosis pemakaiannya, yaitu diperlukan dalam jumlah yang besar (Sutrisno, 2007).
3.4 Serbuk Gergaji
Serbuk kayu adalah kayu halus yang terpisah kemudian direduksi menjadi partikel seperti tepung sereal dalam ukuran, penampilan, dan teksturnya atau dengan defenisi lain serbuk kayu biasanya merujuk pada sebuah partikel yang cukup kecil untuk melewati sebuah saringan dengan ukuran 850 mikron (menurut standar amerika sekitar 20 mesh).
Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya. Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya.
3.5 EM-4 (Effective Microorganism)
EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik. Streptomyces sp. dan ragi. EM-4 mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen. EM-4 diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutkan akan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan. EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan.

4 Spesifikasi Kompos
4.1 Kandungan Hara
Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Nitrogen > 1,5 % , P2O5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara 1520 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply yang berkesinambungan.
Pupuk kompos untuk tanaman organik, jika unsur haranya kurang dapat ditambah dengan bahan organik lainnya. Nitrogen dapat ditambahkan urine ternak, mikroba pengikat Nitrogen, pupuk organik yang berasal dari hewani seperti ikan, darah, dll. Phosphat dapat ditambahkan dari pupuk guano atau rock phosphat, dapat juga dicampurkan dengan mikroba pelepas phosphat. Kalium dapat ditambahkan dari arang/abu batok kelapa/kelapa sawit, abu bekas incenerator, dll.
Pupuk kompos yang tidak diperuntukkan bagi tanaman organik, selain dari campuran di atas dapat pula diberikan campuran dengan pupuk buatan. Jadi, pupuk seperti ini hanya dipergunakan untuk tanaman nonorganik. Karena bahan baku sampah tidak tetap, diperlukan campuran dengan bahan lain agar kualitasnya terjaga. Quality control harus diterapkan di sini, sehingga orang yang membeli benarbenar puas.
4.2 Jenis kompos
Produksi kompos dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok :
1.         Kompos murni. Pupuk ini ditujukan untuk lahan tanaman organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik.
2.         Kompos plus mikroba (pengikat N dan pelepas P). Pupuk yang telah diperkaya ini juga diperuntukkan untuk lahan pertanian organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik (biasa).
3.         Kompos plus pupuk buatan. Pupuk ini hanya dapat digunakan untuk lahan pertanian non organik
Kompos apabila dilihat dari proses pembuatannya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : Kompos yang diproses secara alami, dan Kompos yang diproses dengan campur tangan manusia.
a.       Kompos Yang Diproses Secara Alami
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting / pengomposan berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 – 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih.
           b.      Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan manusia adalah pembuatan kompos yang sejak dari penyiapan bahan (pengadaan bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia.

5 Penyimpanan Kompos
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen. Tetapi secara umum kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hatihati, terutama yang harus dijaga adalah:
a.    Jaga kelembabannya jangan sampai < 20 persen dari bobotnya.
b.    Jaga jangan sampai kena sinar matahari lansung (ditutup).
c.    Jaga jangan sampai kena air / hujan secara langsung (ditutup)
Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang kedap udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari lebih baik. Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Ireversible). Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi. Demikian juga dengan pengaruh air hujan. Apabila kompos kehujanan, unsur hara akan larut dan terbawa air hujan.
Kemasan kompos sebaiknya bahan yang kedap adalah untuk menghindarkan kehilangan kandungan air. Kemasan yang baik membuat Kompos mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun.

6 PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah)
PUTS adalah alat bantu analisis kadar hara tanah N, P, K, dan pH tanah sawah yang dapat digunakan di lapangan dengan cepat, mudah, murah, dan akurat.
2.6.1 Manfaat PUTS: 
a. Mengukur status hara N, P, K, dan pH tanah sawah secara cepat dan mudah.
b. Dasar penentuan dosis rekomendasi pupuk N, P, K dan amelioran tanah sawah
c. Menghemat penggunaan pupuk, meningkatkan pendapatan petani dan menekan pencemaran lingkungan.
2.6.2 Prinsip kerja :
a.    Mengekstrak hara N, P, dan K tersedia dalam tanah.
b.    Mengukur hara tersedia dengan bagan warna
c.    Menentukan rekomendasi pupuk padi sawah.
2.6.3 Penggunaan PUTS
              Pada penelitian ini, alat PUTS yang digunakan adalah pengukuran pH pada kompos yang telah jadi. Pengukuran pH kompos dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.           Perangkat PUTS untuk pengukuran pH adalah 2 tabung reaksi, larutan pereaksi 1, larutan pereaksi 2, dan daftar tabel hasil pengukuran.
b.           Masing-masing kompos dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Kompos A pada tabung 1, dan kompos B pada tabung 2. Kompos yang dimasukkan pada tabung reaksi setinggi 1 cm.
c.           setelah itu, tambahkan larutan pereaksi 1 sebanyak 4 cm pada kedua tabung reaksi. Lalu aduk hingga rata.
d.          Kemudian berikan larutan pereaksi 2 sebanyak 2 tetes pada kedua tabung reaksi, lalu aduk kembali.
e.           Setelah diaduk, diamkan selama 10 menit hingga mengendap dan terlihat perubahan warna pada larutan yang ada di tabung tersebut.
f.            Amati perubahan warna, dan cocokkan pada daftar tabel warna.